Arunika Milik Ibu
.jpg)
Senja merona dalam diam. Aku melihat Ibu duduk terisak dalam kamarnya. Sendiri. Sementara Mbak Dita, kakakku, sedang berteriak dan tertawa-tawa dari balik bilik samping rumah. Lalu Mas Pradipta, kakakku yang lain, akan ikut ke pemakaman adik tengahnya. Aku yang duduk di depan pintu kamar Ibu, lemas, menyaksikan semua kenyataan ini. Semua sibuk mengurus jenasah yang bersiap diarak ke rumah peristirahatan terakhirnya. Aku tak menyangka bahwa yang menghadiri pemakaman jasad itu amat banyak. Entah siapa saja. Aku tak perlu tahu. Jenasah itu dikelilingi saudara, tetangga, dan sahabat-sahabatnya di halaman depan rumah. Hilang satu nyawa Ibu yang ada lima. Sedangkan aku, hanya bisa bersedih, dan merasa tersisih. *** Ibu pernah bilang bahwa nyawanya ada lima. Jika berkurang satu saja, maka nyawanya tak akan lengkap. Dulu, Ibu selalu mengatakan hal yang sama berulang-ulang. Jika salah satu dari kami jauh, Ibu seperti tak ada semangat hidup. Alhasil kami berlima memutuskan kuliah di ka...