Postingan

Arunika Milik Ibu

Gambar
  Senja merona dalam diam. Aku melihat Ibu duduk terisak dalam kamarnya. Sendiri. Sementara Mbak Dita, kakakku, sedang berteriak dan tertawa-tawa dari balik bilik samping rumah. Lalu Mas Pradipta, kakakku yang lain, akan ikut ke pemakaman adik tengahnya. Aku yang duduk di depan pintu kamar Ibu, lemas, menyaksikan semua kenyataan ini. Semua sibuk mengurus jenasah yang bersiap diarak ke rumah peristirahatan terakhirnya. Aku tak menyangka bahwa yang menghadiri pemakaman jasad itu amat banyak. Entah siapa saja. Aku tak perlu tahu. Jenasah itu dikelilingi saudara, tetangga, dan sahabat-sahabatnya di halaman depan rumah. Hilang satu nyawa Ibu yang ada lima. Sedangkan aku, hanya bisa bersedih, dan merasa tersisih. *** Ibu pernah bilang bahwa nyawanya ada lima. Jika berkurang satu saja, maka nyawanya tak akan lengkap. Dulu, Ibu selalu mengatakan hal yang sama berulang-ulang. Jika salah satu dari kami jauh, Ibu seperti tak ada semangat hidup. Alhasil kami berlima memutuskan kuliah di ka...

Candala, Sepasang Pembunuh Bayaran

Gambar
    “ Seseorang yang masa kecilnya kusebut sebagai lelaki berwajah candala, pernah mengalami masa-masa tragis. Aku datang sebagai kutukan turun temurun dan mengubah sifat aslinya menjadi sebengis mereka yang sudah menghinakannya. Siapapun yang menyentuhku, akan berubah menjadi pembunuh bayaran berdarah dingin tanpa welas asih. Balaskan dendammu! Balas sepuasmu! ” ~Saujana~ *** Namaku Saujana. Lelaki yang sedang kubesarkan jiwa bengisnya adalah pasanganku. Nama Saujana aku dapatkan darinya. Seperti artinya, sejauh mata memandang, aku melesat jauh mencungkil tiap nyawa yang menjadi korbanku. Tentunya karena aku berasal dari jauh juga, yakni sebuah peradapan kuno ribuan tahun lalu di bagian barat laut China.   Lelaki yang selalu kudampingi itu memiliki nama Lokananta. Seperti artinya, gamelan dari kayangan yang bisa berbunyi sendiri meski tanpa ada satu pun dewa yang menabuhnya. Jika diibaratkan sebagai perwujudan salah satu dewa, Anan, begitu teman-temannya memanggil,...

Semeru Rumah Abadi

Gambar
  Ini hari ketiga puluh sembilan aku mengintaimu : lelaki yang mulai tertekan dengan kehidupan di rumah dan pekerjaan yang menjemukan. Berapa kali pun kau mencoba mengakhiri hidup, sekeras apa pun kau berusaha menemui ajal, t et api jika malaikat maut belum waktunya datang, semua akan sia-sia. Aku mencoba membisikkan sebagian tanda dari tugas pengintaianku.  Sejak kau memutuskan naik gunung hingga hari ini, aku masih terus mengawasi mu , dan sesungguhnya aku dekat dengan kepalamu. *** “ Aku, kenapa ada di sini? Bora mana? Tadi dia bersamaku di sini. Kenapa dia tiba-tiba menghilang? ” gumammu. Kau sedang duduk sendirian di atas batu di ujung tebing gunung dengan segala bentuk kebingunganmu. Kamu gamam setelah   melihat ada mayat tertelungkup di bawah tebing, mengira bahwa korban tewas itu adalah salah seorang pendaki dari rombongan yang datang berbarengan denganmu. “ Apakah yang di bawah sana adalah Bora? ” B atinmu makin panik. Kau p utuskan   turun me...